Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai
Nomor Per – 02/Bc/2016
Tentang
Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Kawasan Pabean Untuk Ditimbun Di Pusat Logistik Berikat
Direktur Jenderal Bea Dan Cukai,
Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Laksana Pemasukan Barang Impor untuk Ditimbun di Pusat Logistik Berikat;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613); sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
- Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4998) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 279, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5768);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 272/PMK.04/2015 tentang Pusat Logistik Berikat;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN UNTUK DITIMBUN DI PUSAT LOGISTIK BERIKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
- Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
- Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat dengan TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk.
- Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
- Penyelenggara Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disebut Penyelenggara PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan menyediakan dan mengelola kawasan untuk kegiatan pengusahaan Pusat Logistik Berikat.
- Penyelenggara Pusat Logistik Berikat sekaligus Pengusaha Pusat Logistik Berikat, yang selanjutnya disebut Pengusaha PLB adalah badan hukum yang melakukan kegiatan pengusahaan Pusat Logistik Berikat.
- Pengusaha di Pusat Logistik Berikat merangkap Penyelenggara di Pusat Logistik Berikat, yang selanjutnya disebut PDPLB, adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengusahaan Pusat Logistik Berikat yang berada di dalam Pusat Logistik Berikat milik Penyelenggara Pusat Logistik Berikat yang statusnya sebagai badan usaha yang berbeda.
- Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean, sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai.
- Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.
- Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos.
- Pemberitahuan Pabean Pemasukan Barang Impor Untuk Ditimbun di Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disebut BC 1.6 adalah pemberitahuan pabean pemasukan barang impor untuk ditimbun di Pusat Logistik Berikat.
- Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap Pemberitahuan Pabean, misalnya Invoice, Packing List, Bill of Lading/Airway Bill, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan.
- Media Penyimpan Data Elektronik yang selanjutnya disingkat MPDE adalah media yang dapat menyimpan data elektronik seperti disket, compact disk, flash disk atau sejenisnya.
- Pertukaran Data Elektronik yang selanjutnya disingkat dengan PDE adalah alir informasi bisnis antar aplikasi dan organisasi secara elektronik, yang terintegrasi dengan menggunakan standar yang disepakati bersama.
- Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat dengan SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
- Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk yang selanjutnya disingkat dengan NDPBM adalah nilai tukar yang dipergunakan sebagai dasar penghitungan bea masuk.
- Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat dengan PDRI adalah pajak yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas impor barang yang terdiri dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan.
- Bea masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan/atau bea masuk pembalasan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan.
- Kantor Pengawas adalah Kantor Pabean yang mengawasi Pusat Logistik Berikat.
- Kantor Pembongkaran adalah Kantor Pabean yang mengawasi pelabuhan pembongkaran barang impor.
- Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.
BAB II
PEMBERITAHUAN PABEAN
Bagian Pertama
Persyaratan Penimbunan Barang
Pasal 2
Barang impor dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara untuk ditimbun di PLB dalam hal:
a. |
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB bertindak sebagai consignee dalam dokumen pengangkutan barang; atau |
b. |
Pihak yang bertindak sebagai consignee dalam dokumen pengangkutan barang mempunyai kontrak penimbunan barang dengan Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB. |
Bagian Kedua
Pemberitahuan Pabean
Pasal 3
(1) |
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara untuk ditimbun di PLB diberitahukan dengan menggunakan BC 1.6. |
||||||||
(2) |
Pemberitahuan Pabean berupa BC 1.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan oleh:
|
||||||||
(3) |
Penyampaian BC 1.6 oleh Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d, dapat dilakukan dalam hal barang diimpor melalui Penyelenggara Pos. |
||||||||
(4) |
Pemberitahuan Pabean berupa BC 1.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, PDPLB, atau Penyelenggara Pos berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean |
||||||||
(5) |
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, PDPLB, atau Penyelenggara Pos bertanggung jawab atas kebenaran data yang diberitahukan dalam BC 1.6. |
Pasal 4
Pemberitahuan pabean berupa BC 1.6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) digunakan untuk mengeluarkan barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara untuk ditimbun di PLB dengan mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, pembebasan cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI.
Bagian Ketiga
Penyampaian BC 1.6
Pasal 5
(1) |
Pemberitahuan pabean berupa BC 1.6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) disampaikan ke Kantor Pengawas dengan menggunakan sistem PDE. |
(2) |
Dalam hal Kantor Pengawas belum menggunakan sistem PDE, BC 1.6 disampaikan dengan menggunakan MPDE. |
(3) |
Tata cara penyampaian BC 1.6 dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 6
(1) |
Untuk dapat menyampaikan BC 1.6 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d, Penyelenggara Pos harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pengawas. |
||||||||||||||||
(2) |
Penyelenggara Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan:
|
||||||||||||||||
(3) |
Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pengawas memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak berkas permohonan diterima secara lengkap. |
||||||||||||||||
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, kepala Kantor Pengawas menerbitkan surat persetujuan. |
||||||||||||||||
(5) |
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu:
|
||||||||||||||||
(6) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, kepala Kantor Pengawasan menerbitkan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Pasal 7
(1) |
Kepala Kantor Pengawas tidak memberikan pelayanan terhadap penyampaian BC 1.6 oleh Penyelenggara Pos dalam hal:
|
||||
(2) |
Dalam hal barang yang diberitahukan dalam BC 1.6 tidak masuk ke PLB tujuan dalam jangka waktu 4 (empat) hari kerja sejak tanggal persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penghentian pelayanan penyampaian BC 1.6 oleh Penyelenggara Pos dilakukan sampai dengan:
|
||||
(3) |
Dalam hal barang yang diberitahukan dalam BC 1.6 kedapatan bukan barang yang ditujukan ke PLB yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, penghentian pelayanan penyampaian BC 1.6 oleh Penyelenggara Pos dilakukan sampai dengan adanya putusan dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa kesalahan tersebut di luar kemampuan Penyelenggara Pos. |
||||
(4) |
Pemberitahuan Pabean berupa BC 1.6 yang telah mendapat nomor pendaftaran sebelum penghentian pelayanan BC 1.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap diproses penyelesaiannya. |
Bagian Keempat
Penyampaian Dokumen Pelengkap Pabean
Pasal 8
Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) disampaikan kepada Pejabat yang menangani pemeriksaan dokumen dalam hal barang impor akan menggunakan tarif preferensi pada saat dikeluarkan dari PLB untuk diimpor untuk dipakai.
BAB III
PERSETUJUAN PENGELUARAN BARANG
Pasal 9
(1) |
Terhadap BC 1.6 yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, diberikan nomor dan tanggal pendaftaran dan diterbitkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB) PLB. |
||||
(2) |
Terhadap BC 1.6 yang telah diterbitkan SPPB PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterbitkan Surat Pemberitahuan Pengawasan Pembongkaran dan Penimbunan (SP4) PLB. |
||||
(3) |
Penerbitan SP4 PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan:
|
||||
(4) |
Penerbitan SPPB PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SP4 PLB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh SKP. |
||||
(5) |
Dokumen SP4 PLB hanya disampaikan oleh SKP kepada Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB pada saat melakukan pengawasan pemasukan barang ke PLB. |
BAB IV
PENGELUARAN BARANG IMPOR DARI KAWASAN PABEAN ATAU TEMPAT LAIN YANG DIPERLAKUKAN SAMA DENGAN TEMPAT PENIMBUNAN SEMENTARA
Bagian Pertama
Pengeluaran Barang Impor
Pasal 10
Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara dilakukan setelah diterbitkan SPPB PLB.
Bagian Kedua
Pengangkutan Barang Impor dari Kawasan Pabean atau Tempat Lain Yang Diperlakukan Sama dengan Tempat Penimbunan Sementara
Pasal 11
Pengangkutan barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara ke PLB dilindungi dengan SPPB PLB dan dilakukan pemasangan tanda pengaman oleh:
a. |
Pejabat; atau |
b. |
Pengusaha PLB atau PDPLB dalam hal pengangkutan menggunakan peti kemas dengan segel pelayaran masih utuh. |
Bagian Ketiga
Barang Impor Eksep (Shortshipment)
Pasal 12
(1) |
Dalam hal barang impor yang diberitahukan dalam BC 1.6 terdapat barang impor eksep (shortshipment), pengeluaran atas barang yang kurang (eksep) dilakukan dengan menggunakan BC 1.6 semula paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal SPPB PLB. |
(2) |
Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian barang impor eksep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB V
PEMASUKAN BARANG KE PUSAT LOGISTIK BERIKAT
Bagian Pertama
Pelaksanaan Pemasukan ke PLB
Pasal 13
(1) |
Pemasukan barang impor ke PLB dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara dilakukan dengan menggunakan SPPB PLB. |
||||||
(2) |
Terhadap pemasukan barang untuk ditimbun di PLB dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara dilakukan:
|
||||||
(3) |
Pengawasan pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan menggunakan SKP berdasarkan informasi yang direkam oleh:
|
||||||
(4) |
Pelepasan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan oleh:
|
||||||
(5) |
Pengawasan pembongkaran dan penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan menggunakan SKP berdasarkan informasi yang direkam oleh:
|
Bagian Kedua
Tindak Lanjut Hasil Pengawasan Pemasukan, Pelepasan Tanda Pengaman, Pembongkaran, dan Penimbunan
Pasal 14
(1) |
Dalam hal hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) ditemukan ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis kemasan, SKP meneruskan BC 1.6 kepada unit pengawasan untuk proses penelitian lebih lanjut. |
||||
(2) |
Dalam hal berdasarkan penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan bahwa ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis kemasan terjadi di luar kemampuannya, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dapat melakukan perubahan data BC 1.6 setelah mendapatkan persetujuan Pejabat. |
||||
(3) |
Dalam hal berdasarkan penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan bahwa ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis kemasan terjadi bukan di luar kemampuannya, terhadap barang impor yang kurang atau lebih dibongkar dari yang diberitahukan dalam BC 1.6:
|
||||
(4) |
Jumlah barang yang kurang atau lebih dibongkar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada jumlah dan jenis kemasan yang digunakan untuk pengangkutan barang dari luar Daerah Pabean. |
||||
(5) |
Untuk pemungutan bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat. |
||||
(6) |
Tata cara pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mengenai sanksi administrasi. |
||||
(7) |
Barang impor yang dimasukkan ke PLB dapat ditimbun setelah diterbitkan Surat Persetujuan Penyelesaian Dokumen (SPPD) PLB. |
Pasal 15
(1) |
Dalam rangka pemungutan Bea Masuk, cukai, dan/atau PDRI serta pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3), Pejabat menerbitkan Surat Penetapan Pabean (SPP) dan/atau Surat Tagihan di Bidang Cukai (STCK-1). |
||||
(2) |
Terhadap BC 1.6 yang diterbitkan SPP dan/atau STCK-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat menerbitkan SPPD PLB setelah Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB:
|
Pasal 16
(1) |
Dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB menemukan jumlah dan/atau jenis barang impor yang dimasukkan ke PLB tidak sesuai dengan jumlah dan/atau jenis barang yang diberitahukan dalam BC 1.6, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dapat:
setelah mendapatkan persetujuan kepala Kantor Pengawas. |
||||||
(2) |
Dalam hal ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan temuan Pejabat, unit pengawasan melakukan penelitian lebih lanjut. |
||||||
(3) |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan tidak terdapat pelanggaran di bidang kepabeanan, barang impor dapat diselesaikan oleh Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
BAB VI
PERUBAHAN DAN PEMBATALAN BC 1.6
Bagian Pertama
Perubahan BC 1.6
Pasal 17
(1) |
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, PDPLB, atau Penyelenggara Pos dapat melakukan perubahan BC 1.6 yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dengan menggunakan BC 1.6 perubahan. |
||||||||
(2) |
Perubahan BC 1.6 dapat dilakukan terhadap semua elemen data, kecuali:
|
||||||||
(3) |
Perubahan BC 1.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Pengawas dalam hal:
|
||||||||
(4) |
Terhadap BC 1.6 yang disampaikan menggunakan sistem PDE, penyampaian BC 1.6 perubahan disampaikan menggunakan sistem PDE. |
||||||||
(5) |
Terhadap BC 1.6 yang disampaikan menggunakan Media Penyimpan Data Elektronik, perubahan BC 1.6 disampaikan menggunakan Media Penyimpan Data Elektronik. |
||||||||
(6) |
Tata cara perubahan BC 1.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini |
Bagian Kedua
Pembatalan BC 1.6
Pasal 18
(1) |
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, PDPLB, atau Penyelenggara Pos dapat melakukan pembatalan BC 1.6 yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dengan persetujuan Kepala Kantor Pengawas. |
||||||
(2) |
Untuk mendapatkan persetujuan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, PDPLB, atau Penyelenggara Pos mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pengawas dengan dilampiri alasan dan bukti-bukti pendukung. |
||||||
(3) |
Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pengawas dapat memberikan persetujuan pembatalan setelah dilakukan penelitian dengan menerbitkan surat persetujuan. |
||||||
(4) |
Persetujuan Pembatalan BC 1.6 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dengan ketentuan:
|
||||||
(5) |
Tata cara pembatalan BC 1.6 sesuai Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
BAB VII
LAIN-LAIN
Bagian Pertama
Pembongkaran Barang Impor dari Luar Daerah Pabean Langsung di Pusat Logistik Berikat
Pasal 19
(1) |
Barang impor dapat dibongkar dari sarana pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean langsung di PLB dalam hal pelabuhan tujuan akhir pengangkutan barang impor merupakan pelabuhan yang berada di dalam kawasan PLB. |
(2) |
Pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembongkaran dan penimbunan barang impor. |
(3) |
Kegiatan pengangkutan dan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 tidak dilakukan dalam hal barang impor dibongkar dari sarana pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean langsung di PLB. |
Bagian Kedua
Keberatan
Pasal 20
(1) |
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1). |
(2) |
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keberatan. |
Bagian Ketiga
Otomasi Pelaporan
Pasal 21
Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, dan PDPLB yang dilayani oleh Kantor Pengawas yang menggunakan sistem PDE, harus melaporkan kegiatan pengawasan pemasukan, pelepasan tanda pengaman, pengawasan pembongkaran dan penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dengan sistem otomasi.
Bagian Keempat
Tarif Preferensi
Pasal 22
(1) |
Dalam hal barang impor akan menggunakan Tarif preferensi pada saat dikeluarkan dari PLB untuk diimpor untuk dipakai, Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB harus:
|
||||
(2) |
Dalam hal Penyelenggara PLB, Pengusaha PLB, atau PDPLB tidak memenuhi ketentuan untuk mendapatkan Tarif preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pengeluaran barang impor dari PLB untuk diimpor untuk dipakai tidak diberikan tarif preferensi. |
Bagian Kelima
Penutupan Pos BC 1.1
Pasal 23
SKP melakukan penutupan pos atau sub pos BC 1.1 di Kantor Pabean yang mengawasi tempat pembongkaran yang telah diajukan BC 1.6 dan telah diterbitkan SPPB PLB.
Bagian Keenam
Formulir
Pasal 24
(1) |
Bentuk formulir yang digunakan dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal ini sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(2) |
Bentuk formulir dan tata cara pengisian BC 1.6 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Ketujuh
SKP Tidak Berfungsi
Pasal 25
(1) |
Dalam hal SKP di Kantor Pabean tidak berfungsi paling kurang 4 (empat) jam, tata cara pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara untuk ditimbun di PLB dilakukan secara manual dengan menunjuk Pejabat untuk menggantikan fungsi-fungsi yang dilakukan oleh SKP. |
(2) |
Dalam hal SKP sudah berfungsi, pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara untuk ditimbun di PLB yang telah dilakukan secara manual direkam dalam SKP. |
(3) |
Tata cara pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean untuk ditimbun di PLB dalam hal SKP di Kantor Pabean tidak berfungsi dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 26
Dalam hal pelaksanaan peraturan Direktur Jenderal ini memerlukan Sistem Komputer Pelayanan BC 1.6, maka pelayanan BC 1.6 menggunakan Sistem Komputer Pelayanan akan diberlakukan secara bertahap berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal.
Pasal 27
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 29 Januari 2016.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Januari 2016
DIREKTUR JENDERAL,
ttd.
HERU PAMBUDI
Kategori : Lainnya