Berita

Pajak Usaha Ekonomi Digital Capai Rp 29,9 Triliun, Bukti Ekonomi Digital Makin Moncer!

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan bahwa penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital mencapai Rp 29,97 triliun hingga 31 Oktober 2024. Angka ini diperoleh dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pajak dari transaksi kripto, serta pajak atas aktivitas peer-to-peer lending.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, mengungkapkan bahwa penerimaan pajak dari berbagai sektor digital telah mencapai angka yang signifikan. Penerimaan terbesar berasal dari pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) dengan total Rp 23,77 triliun. Diikuti oleh pajak dari sektor fintech (peer-to-peer lending) sebesar Rp 2,71 triliun, pajak atas pengadaan barang dan jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) yang mencapai Rp 2,55 triliun, serta pajak atas transaksi kripto yang menyumbang Rp 942,88 miliar.

Sampai dengan periode Oktober 2024, pemerintah telah menunjuk sebanyak 193 pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN). “Jumlah tersebut termasuk lima belas penunjukan pemungut PPN PMSE dan tiga pembetulan atau perubahan data pemungut PPN PMSE pada bulan Oktober,” ungkap Dwi, Rabu (13/11/2024).

Penunjukan di bulan Oktober 2024 yaitu FM Priv LLC, Midjourney, Inc., Arc Games Inc., DEEZER, Rebecca Hall, YOUZU GAMES HONGKONG LIMITED, ARENANET, LLC, NERIS Analytics Limited, Circle Internet Services, Inc., Vimeo.com, Inc., TP Global Operations Limited, BETTERME INTERNATIONAL LIMITED, Actitech Limited, BETTERME LIMITED, dan Lumen Research Limited.

Selain itu, pembetulan di bulan Oktober 2024 yaitu NEXWAY SASU, HOTJAR LIMITED, dan FOXIT SOFTWARE INCORPORATED. Dari keseluruhan pemungut, hingga saat ini, sebanyak 170 pelaku usaha PMSE yang ditunjuk telah berhasil memungut dan menyetor PPN PMSE dengan total mencapai Rp 23,77 triliun. “Jumlah tersebut berasal dari Rp 731,4 miliar setoran tahun 2020, Rp 3,90 triliun setoran tahun 2021, Rp 5,51 triliun setoran tahun 2022, Rp 6,76 triliun setoran tahun 2023, dan Rp 6,86 triliun setoran tahun 2024,” ungkap Dwi.

Sepanjang tahun 2022 hingga Oktober 2024, pemerintah telah menghimpun pajak kripto sebesar Rp 942,88 miliar. Penerimaan tersebut rinciannya berasal dari Rp 246,45 miliar dari tahun 2022, Rp 220,83 miliar dari tahun 2023, dan sisanya Rp 475,6 miliar dari tahun 2024. Penerimaan pajak dari transaksi kripto menunjukkan angka yang signifikan, dengan kontribusi sebesar Rp 441,57 miliar dari PPh 22 atas penjualan kripto melalui exchanger, serta Rp 501,31 miliar dari PPN DN yang dikenakan pada pembelian kripto di platform yang sama.

Penerimaan pajak dari sektor fintech, khususnya P2P lending, terus meningkat dan telah menyumbang sebesar Rp 2,71 triliun hingga Oktober 2024. Angka ini berasal dari Rp 446,39 miliar pada tahun 2022, Rp 1,11 triliun pada tahun 2023, dan Rp 1,15 triliun di tahun 2024. Pajak fintech tersebut terdiri dari PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap sebesar Rp 789,49 miliar, PPh 26 atas bunga yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri sebesar Rp 488,86 miliar, serta PPN Dalam Negeri atas setoran masa yang mencapai Rp1,43 triliun.

Selanjutnya, penerimaan negara dari pajak atas pajak SIPP, telah mencapai angka R p2,55 triliun. Rinciannya, Rp 402,38 miliar berasal dari tahun 2022, Rp 1,12 triliun dari tahun 2023, dan sisanya dari tahun 2024. Angka ini terdiri dari penerimaan Pajak Penghasilan sebesar Rp 172,68 miliar dan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp 2,38 triliun.

“Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia,” kata Dwi.

Dwi juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan memaksimalkan potensi penerimaan pajak dari sektor ekonomi digital lainnya, seperti pajak kripto yang dikenakan pada transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh peminjam, serta pajak SIPP yang berlaku untuk transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP).

Sumber:
CNBC Indonesia. Kantor Sri Mulyani Kantongi Rp29,97 T Pajak dari Kripto, Fintech Dkk. Diakses dari cnbcindonesia.com.
Detik Finance. RI Kantongi Rp 29,9 Triliun dari Pajak Usaha Ekonomi Digital. Diakses dari finance.detik.com.
Sumber Gambar:
Alesia Kozik – Pexels. Diakses dari pexels.com.

Central Data Access

Recent Posts

Era Baru Perpajakan Indonesia: Memahami Implementasi Coretax System

Transformasi Digital dalam Dunia Perpajakan Indonesia sedang memasuki era baru dalam pengelolaan pajak dengan hadirnya… Read More

5 days ago

Coretax: Solusi Digital untuk Semua Urusan Pajak Anda dalam Satu Platform

Revolusi Perpajakan menuju Era Digital Pernahkah Anda merasa kewalahan dengan berbagai formulir dan prosedur yang… Read More

6 days ago

Selamat Tinggal Sistem Lama! Coretax Hadir untuk Administrasi Pajak yang Lebih Efisien

Revolusi Perpajakan di Indonesia Indonesia tengah memasuki era baru dalam pengelolaan pajak dengan hadirnya Coretax.… Read More

1 week ago

Coretax: Revolusi Perpajakan Indonesia

Coretax: Revolusi Perpajakan Indonesia, Lapor Pajak Jadi Lebih Mudah dan Cepat! Indonesia Menuju Era Perpajakan… Read More

1 week ago

Coretax Converter Memudahkan Migrasi Data

Coretax Converter: Memudahkan Migrasi Data dan Pelaporan Pajak di Era Modern Transformasi digital di bidang… Read More

1 week ago

RUU KUP dan Implementasi Core Tax System

RUU KUP dan Implementasi Core Tax System: Modernisasi Sistem Perpajakan Indonesia Reformasi perpajakan terus bergulir… Read More

1 week ago