Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 113/Pmk.06/2019
Tentang
Balai Lelang
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Menteri Keuangan Republik Indonesia,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai Balai Lelang telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang;
- bahwa untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pelayanan lelang serta kinerja Balai Lelang, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai Balai Lelang;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Balai Lelang;
Mengingat :
- Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement, Ordonantie 28 Februari 1908 Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1941:3);
- Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblad 1930:85);
- Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 270);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BALAI LELANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Balai Lelang adalah Badan Hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan usaha di bidang lelang.
- Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
- Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang selanjutnya disingkat DJKN adalah unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Kekayaan Negara.
- Direktur Lelang yang selanjutnya disebut Direktur adalah pejabat unit Eselon II di lingkungan DJKN yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang lelang.
- Kantor Wilayah DJKN yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal.
- Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang yang selanjutnya disingkat KPKNL adalah instansi vertikal DJKN yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.
- Kantor Perwakilan Balai Lelang yang selanjutnya disebut Kantor Perwakilan adalah unit Balai Lelang yang berkedudukan di luar kota/kabupaten tempat kedudukan Balai Lelang yang telah mendapatkan izin pembukaan Kantor Perwakilan.
- Pejabat Lelang adalah orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
- Pejabat Lelang Kelas I adalah Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Keuangan yang diangkat sebagai Pejabat Lelang yang merupakan pejabat umum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
- Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.
- Penjual adalah orang, badan hukum atau badan usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang.
- Pembeli adalah orang atau badan hukum atau badan usaha yang mengajukan penawaran tertinggi dan disahkan sebagai pemenang lelang oleh Pejabat Lelang.
- Denda adalah kewajiban untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada negara karena pelanggaran terhadap ketentuan penyetoran Bea Lelang.
Pasal 2
(1) |
Menteri berwenang:
|
(2) |
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur Jenderal. |
(3) |
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f dilimpahkan dalam bentuk mandat kepada Direktur. |
(4) |
Direktur Jenderal dan Direktur bertanggung jawab secara substansi atas pelaksanaan mandat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). |
BAB II
BADAN HUKUM, PERMODALAN, DAN KEPEMILIKAN
Pasal 3
Untuk mendapatkan izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a, Balai Lelang harus didirikan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT).
Pasal 4
Perseroan Terbatas (PT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus memiliki modal disetor berupa uang paling sedikit:
a. |
Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi Balai Lelang yang didirikan di wilayah:
selanjutnya disebut zona I; |
b. |
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) bagi Balai Lelang yang didirikan di wilayah provinsi, kota dan kabupaten di Pulau Madura dan di Pulau Jawa di luar zona I, selanjutnya disebut zona II; dan |
c. |
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) bagi Balai Lelang yang didirikan di wilayah provinsi, kota, dan kabupaten di luar zona I dan zona II, selanjutnya disebut zona III. |
Pasal 5
(1) |
Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, sahamnya dimiliki oleh:
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(2) |
Kepemilikan saham oleh swasta asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditentukan paling banyak 49% (empat puluh sembilan persen) dari modal disetor. |
BAB III
IZIN OPERASIONAL
Pasal 6
(1) |
Balai Lelang hanya dapat melakukan kegiatan usaha setelah mendapat keputusan pemberian izin operasional Balai Lelang dari Direktur Jenderal. |
(2) |
Keputusan pemberian izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan kewenangan dalam bentuk mandat menetapkan keputusan mengenai pemberian izin operasional Balai Lelang atas nama Menteri. |
(3) |
Format keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) |
Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan formasi tempat kedudukan Balai Lelang. |
(5) |
Keputusan formasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan kewenangan dalam bentuk mandat menetapkan keputusan mengenai formasi tempat kedudukan Balai Lelang atas nama Menteri. |
Pasal 7
(1) |
Direksi Balai Lelang mengajukan permohonan izin operasional Balai Lelang secara tertulis kepada Direktur Jenderal. |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Permohonan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dokumen:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Izin operasional Balai Lelang diberikan dalam hal Balai Lelang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 8
(1) |
Salinan keputusan pemberian izin operasional diberikan setelah Balai Lelang melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pemberian Izin Operasional Balai Lelang. |
(2) |
Balai Lelang wajib melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pemberian Izin Operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan untuk melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diterbitkan. |
Pasal 9
(1) |
Direktur melakukan peninjauan fasilitas kantor Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf k dan huruf l paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penyampaian salinan keputusan pemberian izin operasional Balai Lelang. |
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil peninjauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian fasilitas kantor Balai Lelang dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf k dan huruf l, Direktur menyampaikan usulan pencabutan izin operasional Balai Lelang kepada Direktur Jenderal. |
BAB IV
KEGIATAN USAHA DAN WILAYAH KERJA
Pasal 10
(1) |
Dalam kegiatan usaha pelaksanaan lelang, Balai Lelang selaku kuasa pemilik barang dapat bertindak sebagai pemohon lelang atau Penjual hanya untuk jenis Lelang Noneksekusi Sukarela, yaitu:
|
(2) |
Dalam pelaksanaan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang mengajukan permohonan lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II. |
Pasal 11
Balai Lelang dapat melakukan kegiatan usaha selain kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) yaitu jasa pralelang dan jasa pascalelang untuk semua jenis lelang.
Pasal 12
Jasa pralelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, meliputi:
- meneliti kelengkapan dokumen persyaratan lelang dan dokumen barang yang akan dilelang;
- meneliti legalitas formal subjek dan objek lelang;
- menerima, mengumpulkan, memilah, memberikan label, dan menyimpan barang yang akan dilelang;
- menguji kualitas dan menaksir/menilai harga barang sesuai ketentuan;
- meningkatkan kualitas barang yang akan dilelang;
- mengurus asuransi barang yang akan dilelang;
- menyiapkan/menyediakan sarana dan prasarana dalam kegiatan aanwijzing dan/atau pelaksanaan lelang;
- memasarkan barang dengan cara efektif, menarik, dan terarah, baik dengan pengumuman, brosur, katalog maupun cara pemasaran lainnya; dan/atau
- menyediakan jasa lainnya sesuai izin yang diberikan dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 13
(1) |
Pemberian jasa pralelang oleh Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 didasarkan pada perjanjian antara Balai Lelang dengan pemilik barang. |
(2) |
Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur termasuk tetapi tidak terbatas pada:
|
Pasal 14
(1) |
Jasa pascalelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, meliputi:
|
(2) |
Dalam memberikan jasa pascalelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang dapat memperoleh imbalan jasa dari Penjual/pemilik barang dan/atau Pembeli yang menginginkan pelayanan jasa pascalelang, sesuai dengan kesepakatan antara Penjual/pemilik barang dan/atau Pembeli dengan Balai Lelang. |
Pasal 15
(1) |
Balai Lelang selaku pemohon atau kuasa pemilik barang dapat mengadakan perjanjian perdata dengan Pejabat Lelang Kelas II mengenai pelaksanaan lelang dan imbalan jasa Pejabat Lelang Kelas II. |
(2) |
Imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan kepada Balai Lelang selaku pemohon atau kuasa pemilik barang. |
Pasal 16
Balai Lelang wajib melaksanakan kegiatan usaha Balai Lelang paling sedikit 10 (sepuluh) kali Lelang Noneksekusi Sukarela, jasa pralelang, dan/atau jasa pascalelang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
- Balai Lelang yang izin operasionalnya diberikan sebelum tanggal 1 Januari 2020, maka jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal 1 Januari 2020; dan
- Balai Lelang yang izin operasionalnya diberikan setelah tanggal 1 Januari 2020, maka jangka waktu 3 (tiga) tahun dihitung sejak tanggal keputusan Menteri mengenai pemberian izin operasional Balai Lelang diterbitkan.
Pasal 17
Balai Lelang mempunyai wilayah kerja di seluruh wilayah Indonesia.
BAB V
KANTOR PERWAKILAN
Bagian Kesatu
Izin Pembukaan Kantor Perwakilan
Pasal 18
(1) |
Balai Lelang dapat membuka Kantor Perwakilan. |
(2) |
Dalam hal Balai Lelang menyelenggarakan lelang paling sedikit 36 (tiga puluh enam) kali dalam 1 (satu) tahun di luar kota/kabupaten tempat kedudukan Balai Lelang, wajib membuka Kantor Perwakilan. |
(3) |
Kantor Perwakilan tidak berstatus badan hukum tersendiri dan merupakan bagian dari Balai Lelang. |
(4) |
Direksi Balai Lelang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan Kantor Perwakilan. |
(5) |
Pemimpin Kantor Perwakilan bertindak untuk dan atas nama direksi Balai Lelang. |
Pasal 19
(1) |
Balai Lelang yang akan membuka Kantor Perwakilan terlebih dahulu wajib memperoleh izin Direktur atas nama Menteri. |
||||||||
(2) |
Direksi Balai Lelang menyampaikan secara tertulis permohonan izin pembukaan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktur dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan kantor pusat Balai Lelang. |
||||||||
(3) |
Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dokumen:
|
||||||||
(4) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 20
(1) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur terhadap permohonan izin pembukaan Kantor Perwakilan tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), Direktur menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada direksi Balai Lelang. |
(2) |
Balai Lelang wajib melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen diterbitkan. |
(3) |
Direktur berdasarkan kewenangan dalam bentuk mandat menetapkan keputusan mengenai pemberian izin pembukaan Kantor Perwakilan Balai Lelang yang telah memenuhi persyaratan atas nama Menteri. |
(4) |
Format keputusan mengenai pemberian izin pembukaan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 21
(1) |
Salinan keputusan pemberian izin pembukaan kantor perwakilan diberikan setelah Balai Lelang melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pemberian Izin Pembukaan Kantor Perwakilan. |
(2) |
Balai Lelang wajib melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pemberian Izin Pembukaan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan untuk melunasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diterbitkan. |
Bagian Kedua
Pindah Alamat Kantor Perwakilan
Pasal 22
(1) |
Kantor Perwakilan dapat pindah alamat di kota atau kabupaten dalam wilayah kerja Kantor Wilayah yang sama. |
||||
(2) |
Dalam hal Kantor Perwakilan pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Balai Lelang wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Kantor Perwakilan dengan tembusan kepada Direktur paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah pindah alamat Kantor Perwakilan. |
||||
(3) |
Pemberitahuan pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dokumen:
|
||||
(4) |
Format pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 23
(1) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Kepala Kantor Wilayah terhadap pemberitahuan pindah alamat tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3), Kepala Kantor Wilayah menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Balai Lelang |
(2) |
Balai Lelang wajib melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen diterbitkan. |
Bagian Ketiga
Penutupan Kantor Perwakilan
Pasal 24
(1) |
Balai Lelang yang menutup Kantor Perwakilan, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Direktur, dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dan Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Kantor Perwakilan. |
(2) |
Format pemberitahuan penutupan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah penutupan Kantor Perwakilan. |
Bagian Keempat
Pengawasan Kantor Perwakilan
Pasal 25
(1) |
Pengawasan terhadap Kantor Perwakilan dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Kantor Perwakilan. |
(2) |
Dalam hal ditemukan pelanggaran dilakukan oleh Kantor Perwakilan, Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Kantor Perwakilan menyampaikan rekomendasi hasil pemeriksaan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan kantor pusat Balai Lelang untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Pasal 26
(1) |
Dalam hal Balai Lelang tidak memiliki Kantor Perwakilan di tempat pelaksanaan lelang, Balai Lelang wajib menyampaikan rencana lelang kepada Kepala Kantor Wilayah tempat pelaksanaan lelang paling lambat 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan lelang. |
(2) |
Penyampaian rencana lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan menggunakan format surat pengantar laporan rencana lelang tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
Format rencana lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) |
Pengawasan terhadap pelaksanaan lelang atas rencana lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat pelaksanaan lelang. |
(5) |
Berdasarkan rencana lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah tempat pelaksanaan lelang dapat melakukan pemantauan lelang terhadap lelang yang dilaksanakan. |
(6) |
Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditemukan pelanggaran atas pelaksanaan lelang, Kepala Kantor Wilayah tempat pelaksanaan lelang memberitahukan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang sebagai informasi awal dalam pemeriksaan berkala atau insidental yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan Balai Lelang. |
BAB VI
PERUBAHAN NAMA, PEMEGANG SAHAM, DIREKSI
DAN/ATAU DEWAN KOMISARIS
Bagian Kesatu
Perubahan Nama
Pasal 27
(1) |
Balai Lelang dapat melakukan perubahan nama. |
(2) |
Perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan izin operasional Balai Lelang yang telah diberikan tidak berlaku lagi termasuk izin pembukaan Kantor Perwakilan. |
(3) |
Ketentuan mengenai izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8 dan Pasal 9 berlaku secara mutatis mutandis untuk Balai Lelang yang telah melakukan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan akan melakukan kegiatan usaha Balai Lelang. |
Bagian Kedua
Perubahan Pemegang Saham
Pasal 28
(1) |
Dalam hal terjadi perubahan:
Balai Lelang wajib memberitahukan secara tertulis kepada Direktur dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal pengesahan oleh instansi yang berwenang. |
||||||||||||||||||||||||
(2) |
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dokumen:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 29
(1) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur terhadap pemberitahuan perubahan pemegang saham tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), Direktur menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Balai Lelang. |
(2) |
Balai Lelang wajib melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen diterbitkan. |
Bagian Ketiga
Perubahan Direksi dan/atau Dewan Komisaris
Pasal 30
(1) |
Dalam hal terjadi perubahan direksi dan/atau dewan komisaris, Balai Lelang wajib memberitahukan secara tertulis kepada Direktur dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pengesahan oleh instansi yang berwenang atas keputusan perubahan direksi dan/atau dewan komisaris. |
(2) |
Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dokumen:
|
(3) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 31
(1) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur terhadap pemberitahuan perubahan direksi dan/atau dewan komisaris tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2), Direktur menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Balai Lelang. |
(2) |
Balai Lelang wajib melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen diterbitkan. |
BAB VII
PINDAH ALAMAT
Pasal 32
(1) |
Pindah alamat Balai Lelang dapat dilakukan:
|
(2) |
Balai Lelang yang pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, wajib memberitahukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dengan tembusan kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur. |
(3) |
Balai Lelang yang pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d, wajib mengajukan permohonan izin persetujuan pindah alamat kepada Direktur dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah asal. |
(4) |
Izin persetujuan pindah alamat Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c atau huruf d yang diterbitkan oleh Direktur dengan memperhatikan Keputusan Menteri mengenai formasi tempat kedudukan Balai Lelang. |
Pasal 33
(1) |
Pemberitahuan pindah alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau permohonan izin pindah alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah pindah alamat. |
||||||
(2) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||
(3) |
Pemberitahuan pindah alamat atau permohonan izin pindah alamat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dokumen:
|
||||||
(4) |
Dalam hal Balai Lelang pindah alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b atau huruf d mensyaratkan penambahan modal disetor sesuai zona sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, permohonan izin pindah alamat Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan dokumen tambahan sebagai berikut:
|
Pasal 34
(1) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Direktur terhadap pemberitahuan pindah alamat tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) atau permohonan izin pindah alamat tidak dilengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4), Direktur menyampaikan surat permintaan kelengkapan dokumen kepada Balai Lelang. |
(2) |
Balai Lelang wajib melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal surat permintaan kelengkapan dokumen diterbitkan. |
(3) |
Direktur berdasarkan kewenangan dalam bentuk mandat menetapkan keputusan mengenai pemberian izin pindah alamat Balai Lelang atas nama Menteri. |
(4) |
Format keputusan mengenai pemberian izin pindah alamat Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB VIII
HAK, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 35
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang mempunyai hak:
- mengadakan perjanjian dengan pemilik barang untuk melaksanakan jasa pralelang;
- mengadakan kesepakatan dengan Pembeli barang untuk melaksanakan jasa pascalelang;
- menerima imbalan jasa pralelang dan/atau pascalelang yang diperjanjikan/disepakati;
- mengadakan perjanjian dengan Pejabat Lelang Kelas II untuk melaksanakan jasa pelaksanaan lelang;
- menentukan cara penawaran lelang;
- meminta salinan Risalah Lelang dari KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II;
- mengusulkan Pemandu Lelang (afslager);
- menerima Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
- mengajukan permohonan pembatalan lelang dalam hal Balai Lelang bertindak selaku pemohon lelang.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 36
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang mempunyai kewajiban:
- membayar imbalan jasa Pejabat Lelang Kelas II sesuai perjanjian;
- menyerahkan bukti pembayaran Jaminan Penawaran Lelang dari peserta lelang dan salinan rekening koran Balai Lelang yang mencantumkan data penyetoran Jaminan Penawaran Lelang sesuai dengan ketentuan kepada Pejabat Lelang Kelas II yang melaksanakan lelang;
- mengembalikan Jaminan Penawaran Lelang tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak disahkan sebagai Pembeli;
- menyetorkan Bea Lelang ke Kas Negara paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Harga Lelang dibayar oleh Pembeli;
- menyetorkan Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi kepada yang berhak sesuai dengan kesepakatan, dalam hal lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas II;
- menyetorkan Jaminan Penawaran Lelang dari Pembeli yang wanprestasi sebesar 50% (lima puluh persen) ke Kas Negara dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah pembatalan penunjukan Pembeli oleh Pejabat Lelang atau 1 (satu) hari kerja setelah hasil klaim garansi Bank diterima oleh Balai Lelang, dan sebesar 50% (lima puluh persen) kepada yang berhak sesuai dengan kesepakatan, dalam hal lelang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang Kelas I;
- menyerahkan bukti pelunasan harga lelang berupa kuitansi, bukti setor/transfer, salinan rekening koran Balai Lelang yang mencantumkan data pelunasan harga lelang, bukti setor Bea Lelang, PPh Final atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, kepada Pejabat Lelang pada saat meminta salinan Risalah Lelang;
- menyerahkan bukti setor bea pembatalan lelang kepada KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II dalam hal Balai Lelang bertindak selaku pemohon lelang;
- menyerahkan kutipan Risalah Lelang dan kuitansi pembayaran lelang kepada Pembeli setelah Pembeli memenuhi kewajiban;
- menyerahkan barang dan dokumen kepemilikan objek lelang kepada Pembeli setelah Pembeli memenuhi kewajiban;
- menyerahkan hasil bersih lelang kepada pemilik barang paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah pembayaran diterima;
- menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan kewajiban pelaporan transaksi lelang; dan
- menyelenggarakan administrasi perkantoran dan pelaporan.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 37
Dalam melakukan kegiatan usahanya, Balai Lelang dilarang menyelenggarakan kegiatan usaha di luar izin yang diberikan, meliputi:
- memungut biaya apapun dari Pembeli dan Penjual di luar ketentuan peraturan perundang-undangan dan perjanjian yang telah disepakati para pihak;
- bertindak selaku pengacara dan/atau menjadi kuasa sebagai Penjual dari Pemegang Hak Tanggungan;
- menjual selain dengan cara lelang terhadap barang yang dikuasakan kepadanya untuk dijual secara lelang;
- melaksanakan lelang tidak di hadapan Pejabat Lelang;
- menyelenggarakan Lelang Eksekusi dan/atau Lelang Noneksekusi Wajib;
- melakukan tindakan pemanggilan kepada debitor;
- melakukan penagihan piutang (debt collector); dan/atau
- membeli sendiri baik langsung maupun tidak langsung barang yang dikuasakan kepadanya untuk dijual secara lelang.
Pasal 38
Balai Lelang bertanggung jawab penuh terhadap gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana yang timbul akibat kegiatan usahanya.
BAB IX
ADMINISTRASI PERKANTORAN DAN PELAPORAN
Pasal 39
(1) |
Balai Lelang wajib menyelenggarakan administrasi perkantoran berupa:
|
(2) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
Administrasi perkantoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diselenggarakan pula oleh Kantor Perwakilan. |
Pasal 40
(1) |
Balai Lelang wajib menyampaikan:
|
(2) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan pula oleh Kantor Perwakilan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Kantor Perwakilan. |
(4) |
Penyampaian laporan:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) |
Laporan Kantor Perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat sebagai kinerja kantor pusat Balai Lelang dan Kantor Wilayah tempat kedudukan kantor pusat Balai Lelang. |
Pasal 41
Administrasi perkantoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 menjadi bahan pembinaan dan pengawasan oleh Kepala Kantor Wilayah di tempat kedudukan Kantor Perwakilan.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 42
(1) |
Pembinaan dan Pengawasan terhadap Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf g dilaksanakan oleh Direktur dan Kepala Kantor Wilayah. |
(2) |
Pembinaan dan pengawasan kepada Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(3) |
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pemeriksaan Balai Lelang. |
(4) |
Evaluasi kepatuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerapan prinsip mengenali pengguna jasa bagi Balai Lelang. |
Pasal 43
Direktur dapat menyampaikan hasil pembinaan dan pengawasan Balai Lelang kepada Kepala Kantor Wilayah setempat untuk ditindaklanjuti dengan pemeriksaan.
BAB XI
SANKSI
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 44
Balai Lelang yang tidak memenuhi kewajiban dan/atau melakukan pelanggaran atas larangan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi:
- denda:
- surat peringatan;
- surat peringatan terakhir;
- pembekuan izin operasional; dan/atau
- pencabutan izin operasional.
Pasal 45
(1) |
Pemberitahuan secara tertulis atas sanksi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang. |
(2) |
Pengenaan sanksi berupa surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dan surat peringatan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang. |
(3) |
Pengenaan sanksi berupa pembekuan izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf d dan pencabutan izin operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf e dilakukan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri. |
(4) |
Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 tidak menutup kemungkinan gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
Bagian Kedua
Denda
Pasal 46
(1) |
Sanksi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a dikenakan kepada Balai Lelang yang terlambat menyetorkan Bea Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf d. |
(2) |
Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Keuangan. |
(3) |
Pembayaran denda dihitung sejak jatuh tempo penyetoran Bea Lelang ke Kas Negara paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung menjadi 1 (satu) bulan penuh. |
(4) |
Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetorkan ke Kas Negara oleh Balai Lelang sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak, melalui Mata Anggaran Penerimaan (MAP) Bea Lelang dan dilaporkan kepada Kepala Kantor Wilayah tempat kedudukan Balai Lelang dan/atau Kepala Kantor Wilayah tempat pelaksanaan lelang serta Direktur Jenderal. |
(5) |
Format Surat pengenaan sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf Z yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Ketiga
Surat Peringatan
Pasal 47
(1) |
Sanksi berupa surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b dikenakan dalam hal Balai Lelang:
|
(2) |
Format sanksi berupa surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf AA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Keempat
Surat Peringatan Terakhir
Pasal 48
(1) |
Sanksi berupa surat peringatan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dikenakan dalam hal Balai Lelang:
|
(2) |
Format sanksi berupa surat peringatan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf BB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kelima
Pembekuan Izin Operasional
Pasal 49
(1) |
Dalam hal Balai Lelang tidak memenuhi atau tidak mengindahkan surat peringatan terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat peringatan terakhir diterbitkan, Kepala Kantor Wilayah mengajukan usul pemberian sanksi pembekuan izin operasional Balai Lelang kepada Direktur Jenderal. |
(2) |
Berdasarkan usulan pembekuan izin operasional dari Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pertimbangan dari Direktur, dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak usulan Kepala Kantor Wilayah diterima, Direktur Jenderal berdasarkan kewenangan dalam bentuk mandat menetapkan keputusan mengenai pembekuan izin operasional Balai Lelang atas nama Menteri. |
(3) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) |
Salinan keputusan pembekuan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada para Kepala Kantor Wilayah untuk disebarluaskan. |
(5) |
Keputusan pembekuan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan. |
Pasal 50
Pembekuan izin operasional Balai Lelang diusulkan Kepala Kantor Wilayah kepada Direktur Jenderal tanpa didahului dengan surat peringatan dan surat peringatan terakhir, dalam hal:
- diketemukan keterangan/data tidak benar atau palsu yang disampaikan oleh Balai Lelang, pada saat setelah izin operasional diberikan;
- Balai Lelang melakukan pelanggaran atas larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h;
Pasal 51
Selama masa pembekuan izin operasional, Balai Lelang harus menyelesaikan kewajibannya dan dilarang melakukan kegiatan usaha, pengalihan saham, dan perubahan manajemen.
Pasal 52
Pembekuan izin operasional Balai Lelang berakhir, dalam hal Balai Lelang telah menyelesaikan kewajibannya dan masa pembekuan izin operasional telah terlampaui.
Pasal 53
Kepala Kantor Wilayah dapat melakukan peninjauan lapangan untuk memastikan tindak lanjut dari pembekuan izin operasional Balai Lelang.
Bagian Keenam
Pencabutan Izin Operasional
Pasal 54
(1) |
Dalam hal Balai Lelang tidak menyelesaikan kewajibannya sampai dengan jangka waktu pembekuan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5) berakhir dan/atau melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Kepala Kantor Wilayah mengajukan usul pencabutan izin operasional Balai Lelang kepada Direktur Jenderal u.p. Direktur. |
(2) |
Usulan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak berakhirnya jangka waktu pembekuan izin operasional Balai Lelang. |
(3) |
Format usulan pencabutan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf EE yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 55
Dalam hal jangka waktu sanksi pembekuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5) berakhir dan Balai Lelang melakukan kembali pelanggaran yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50, dikenakan sanksi pencabutan izin operasional tanpa didahului surat peringatan, surat peringatan terakhir, dan pembekuan izin operasional.
BAB XII
PENCABUTAN IZIN OPERASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 56
(1) |
Perseorangan yang pada saat menjabat sebagai direksi atau dewan komisaris dari Balai Lelang yang telah dikenakan sanksi berupa pencabutan izin operasional, tidak dapat mengajukan permohonan izin operasional Balai Lelang baru. |
(2) |
Perseroan Terbatas yang telah dicabut izin operasional sebagai Balai Lelang, tidak dapat mengajukan kembali permohonan izin operasional Balai Lelang. |
Bagian Kedua
Pencabutan Izin Operasional Berdasarkan Permohonan
Pasal 57
(1) |
Direksi Balai Lelang dapat mengajukan permohonan pencabutan izin operasional Balai Lelang secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah setempat. |
(2) |
Permohonan pencabutan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi:
|
(3) |
Format:
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(4) |
Direksi Balai Lelang bertanggung jawab penuh terhadap permasalahan hukum sebagai akibat pencabutan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
Bagian Ketiga
Keputusan Pencabutan Izin Operasional
Balai Lelang
Pasal 58
(1) |
Keputusan pencabutan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1), Pasal 55, dan Pasal 57 ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal berdasarkan kewenangan dalam bentuk mandat menetapkan keputusan mengenai pencabutan izin operasional Balai Lelang atas nama Menteri. |
(2) |
Format keputusan pencabutan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf H H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) |
Keputusan pencabutan izin operasional Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat final. |
BAB XIII
ASOSIASI/PERKUMPULAN BALAI LELANG
Pasal 59
(1) |
Balai Lelang wajib berhimpun dalam satu wadah asosiasi/perkumpulan Balai Lelang. |
(2) |
Ketentuan mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan asosiasi/perkumpulan ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi. |
Pasal 60
Asosiasi/perkumpulan Balai Lelang menetapkan dan menegakkan Kode Etik Balai Lelang.
Pasal 61
(1) |
Balai Lelang yang telah mendapatkan izin operasional sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, namun belum terdaftar dalam asosiasi/perkumpulan, wajib terdaftar dalam asosiasi/perkumpulan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan. |
(2) |
Balai Lelang yang mendapatkan izin operasional setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib terdaftar dalam asosiasi/perkumpulan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal keputusan mengenai pemberian izin operasional. |
(3) |
Balai lelang yang tidak memenuhi kewajiban untuk berhimpun dalam asosiasi/perkumpulan Balai Lelang dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50. |
BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 62
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Permohonan izin operasional Balai Lelang, pembukaan Kantor Perwakilan, pindah tempat kedudukan dan/atau perubahan pemegang saham yang telah diterima sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, proses selanjutnya mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang;
- Izin operasional Balai Lelang yang telah diterbitkan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang, dinyatakan tetap berlaku; dan
- Permohonan izin operasional Balai Lelang yang diterima setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, pemrosesannya dilakukan setelah Keputusan Menteri mengenai formasi tempat kedudukan Balai Lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) ditetapkan.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 476); dan
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 160/PMK.06/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 176/PMK.06/2010 tentang Balai Lelang (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1339),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 64
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 Agustus 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 867
Kategori : Lainnya