Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 154 Tahun 2023
Tentang
Penundaan Atau Pengangsuran Utang
Di Bidang Kepabeanan Dan Cukai
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Menteri Keuangan Republik Indonesia,
Menimbang :
- bahwa ketentuan mengenai penundaan pembayaran utang bea masuk, bea keluar, dan/atau sanksi administrasi berupa denda telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda;
- bahwa ketentuan mengenai tata cara pengangsuran pembayaran tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda di bidang cukai telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai;
- bahwa untuk optimalisasi penerimaan bea masuk, bea keluar, dan cukai, serta memberikan kemudahan dalam pembayaran utang bea masuk, bea keluar, cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai perlu diganti;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37A ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan ketentuan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penundaan atau Pengangsuran Utang di Bidang Kepabeanan dan Cukai;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6736);
- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2008 tentang Pengenaan Bea Keluar terhadap Barang Ekspor (Lembaran negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4886);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN UTANG DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Utang adalah utang kepabeanan dan/atau utang cukai.
- Utang Kepabeanan adalah pajak berupa bea masuk dan bea keluar yang masih harus dibayar, termasuk bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk pembalasan, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
- Utang Cukai adalah pajak berupa tagihan cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga berdasarkan Undang-Undang Cukai.
- Penundaan adalah pengunduran jangka waktu pembayaran Utang Kepabeanan.
- Pengangsuran adalah pembayaran Utang secara bertahap.
- Pembayaran Awal adalah pembayaran Utang yang telah mendapatkan persetujuan Penundaan atau persetujuan Pengangsuran sebelum jatuh tempo yang ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai mengenai persetujuan Pengangsuran.
- Pihak Yang Terutang adalah orang pribadi atau badan hukum yang namanya tercantum dalam dokumen yang menyebabkan timbulnya Utang.
- Pengusaha Pabrik adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengusahakan pabrik barang kena cukai.
- Kantor Bea dan Cukai adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat Pihak Yang Terutang melunasi Utang.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
- Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
- Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
Pasal 2
(1) |
Direktur Jenderal dapat memberikan persetujuan:
|
||||||||
(2) |
Utang yang dapat diberikan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Utang yang timbul dari:
|
||||||||
(3) |
Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diberikan dalam hal Utang sedang diajukan upaya administratif atau upaya hukum. |
||||||||
(4) |
Upaya administratif atau upaya hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
Pasal 3
(1) |
Penundaan atau Pengangsuran Utang Kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat diberikan dengan mempertimbangkan kemampuan Pihak Yang Terutang dalam membayar Utang. |
(2) |
Pengangsuran Utang Cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dapat diberikan kepada Pihak Yang Terutang yang merupakan Pengusaha Pabrik yang mengalami kesulitan keuangan atau keadaan kahar. |
BAB II
PENGAJUAN PERMOHONAN
Pasal 4
(1) |
Pihak Yang Terutang dapat mengajukan permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Bea dan Cukai. |
||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan dalam jangka waktu paling lambat sebelum surat paksa diberitahukan oleh Jurusita Bea dan Cukai kepada Pihak Yang Terutang sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penagihan pajak dengan surat paksa. |
||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan karena Pihak Yang Terutang mengalami keadaan kahar, selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pihak Yang Terutang juga harus melampirkan surat keterangan dari instansi berwenang yang menyatakan telah terjadi keadaan kahar. |
||||||||||||||||||||||||||||||
(5) |
Permohonan dinyatakan diterima secara lengkap apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). |
||||||||||||||||||||||||||||||
(6) |
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB III
PENELITIAN
Pasal 5
(1) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). |
||||||||||||
(2) |
Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pasal 6
Penelitian terhadap kredibilitas Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, dilaksanakan untuk memastikan Pihak Yang Terutang tidak mempunyai tunggakan Utang yang telah diberitahukan surat paksanya.
Pasal 7
(1) |
Penelitian terhadap kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf e, dilakukan untuk menilai dan memastikan Pihak Yang Terutang mengalami kesulitan keuangan. |
||||
(2) |
Penilaian terhadap kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan memeriksa:
|
Pasal 8
Penelitian terhadap keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f, dilakukan dengan meneliti kebenaran surat keterangan mengenai keadaan kahar dari instansi terkait yang disampaikan oleh Pihak Yang Terutang.
Pasal 9
Kepala Kantor Bea dan Cukai dapat melakukan wawancara dan/atau peninjauan lokasi dalam melakukan penelitian terhadap kondisi keuangan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau keadaan kahar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
BAB IV
PERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN
Pasal 10
(1) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal memberikan:
terhadap permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. |
||||||||||||
(2) |
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diberikan dalam hal:
|
||||||||||||
(3) |
Dalam hal permohonan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) diberikan persetujuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan:
|
||||||||||||
(4) |
Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
|
||||||||||||
(5) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menyampaikan surat pemberitahuan penolakan dengan disertai alasan penolakan terhadap penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
||||||||||||
(6) |
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||||
(7) |
Dalam hal Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal tidak menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), permohonan Penundaan atau Pengangsuran dianggap disetujui. |
||||||||||||
(8) |
Dalam hal permohonan dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung setelah tanggal jatuh tempo sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berakhir. |
||||||||||||
(9) |
Apabila terhadap Utang telah diterbitkan surat paksa namun belum diberitahukan, surat paksa dilakukan pembatalan dalam hal Utang telah diberikan persetujuan untuk dilakukan Penundaan atau Pengangsuran. |
BAB V
JAMINAN
Pasal 11
(1) |
Dalam hal permohonan Penundaan atau Pengangsuran telah mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau Pasal 10 ayat (7), Pihak Yang Terutang harus menyerahkan:
|
||||||||||||
(2) |
Besaran nilai jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||
(3) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa penjaminan paling singkat selama jangka waktu Penundaan atau Pengangsuran ditambah 30 (tiga puluh) hari. |
||||||||||||
(4) |
Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diserahkan ke Kantor Bea dan Cukai paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau Pasal 10 ayat (8). |
||||||||||||
(5) |
Atas penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan bukti penerimaan jaminan. |
||||||||||||
(6) |
Penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penerbitan bukti penerimaan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai. |
BAB VI
SKEMA PENUNDAAN DAN PENGANGSURAN
Pasal 12
(1) |
Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran ditetapkan. |
||||
(2) |
Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. |
||||
(3) |
Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran diterbitkan setelah jatuh tempo pembayaran, Utang yang tidak dibayar atau kurang dibayar dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan diterbitkannya Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dan bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh. |
||||
(4) |
Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikenakan secara kumulatif untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. |
||||
(5) |
Penghitungan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||
(6) |
Dalam Pengangsuran Utang, angsuran atas pokok Utang dibayar dalam jumlah yang sama untuk setiap angsuran. |
BAB VII
PEMBAYARAN AWAL
Pasal 13
(1) |
Utang yang telah mendapatkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) atau Pasal 10 ayat (8), dapat dilakukan Pembayaran Awal. |
||||
(2) |
Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan:
|
Pasal 14
(1) |
Pembayaran Awal untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan permohonan Pihak Yang Terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, dilakukan dengan mengajukan permohonan Pembayaran Awal kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||
(2) |
Permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
||||
(3) |
Permohonan Pembayaran Awal dinyatakan diterima secara lengkap apabila telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
Pasal 15
(1) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian terhadap permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). |
(2) |
Penelitian permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 14 ayat (2). |
(3) |
Dalam hal hasil penelitian menunjukkan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan telah memenuhi ketentuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat persetujuan Pembayaran Awal Penundaan atau surat persetujuan Pembayaran Awal Pengangsuran. |
(4) |
Dalam hal hasil penelitian menunjukkan permohonan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan tidak memenuhi ketentuan, Kepala Kantor Bea dan Cukai menerbitkan surat pemberitahuan penolakan disertai dengan alasan penolakan. |
(5) |
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak permohonan Pembayaran Awal diterima secara lengkap. |
(6) |
Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(7) |
Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 16
(1) |
Pembayaran Awal untuk sebagian Utang atau seluruh Utang berdasarkan Keputusan Menteri mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan memperhitungkan pengembalian penerimaan negara terhadap Utang. |
(2) |
Pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengembalian penerimaan negara di bidang kepabeanan dan cukai. |
Pasal 17
(1) |
Pihak Yang Terutang melakukan pembayaran sesuai dengan nilai yang tercantum dalam persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) paling lambat sebelum tanggal pengenaan bunga bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). |
||||
(2) |
Dalam hal persetujuan Pembayaran Awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) atau Pembayaran Awal berdasarkan Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) hanya untuk sebagian Utang, Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan penghitungan kembali skema Penundaan Utang Kepabeanan atau skema Pengangsuran Utang yang masih harus dibayar. |
||||
(3) |
Berdasarkan hasil penghitungan kembali skema sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan Utang Kepabeanan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang. |
||||
(4) |
Perubahan Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak:
|
||||
(5) |
Perubahan atas Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan:
|
BAB VIII
BERLAKUNYA KEPUTUSAN DAN AKIBAT HUKUM
Pasal 18
(1) |
Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (8), dicabut dalam hal:
|
||||||||||||||||||||||
(2) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai atas nama Direktur Jenderal menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal mengenai pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau pencabutan Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak diketahuinya alasan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||||||||||||||||||||||
(3) |
Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 19
(1) |
Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
(2) |
Dalam hal seluruh tagihan telah dibayar lunas, jaminan dikembalikan kepada Pihak Yang Terutang. |
||||||||
(3) |
Pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jaminan di bidang kepabeanan dan cukai. |
BAB IX
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 20
(1) |
Kepala Kantor Bea dan Cukai melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan Penundaan atau Pengangsuran Utang paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun. |
||||
(2) |
Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada:
|
BAB X
PENGELOLAAN PENUNDAAN ATAU PENGANGSURAN
SECARA ELEKTRONIK
Pasal 21
(1) |
Pelaksanaan:
dilakukan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
||||||||||||||||
(2) |
Dalam hal portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai belum tersedia atau mengalami gangguan, pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual. |
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 22
Dalam hal Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Penundaan Utang Kepabeanan atau Keputusan Direktur Jenderal mengenai persetujuan Pengangsuran Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (8) telah diterbitkan dan jaminan telah diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4):
a. |
Pejabat Bea dan Cukai melakukan pembukaan pemblokiran akses kepabeanan, dalam hal dilakukan pemblokiran akses kepabeanan kepada Pihak Yang Terutang karena tidak melunasi Utang yang diajukan Penundaan atau Pengangsuran; |
b. |
Pejabat Bea dan Cukai memberikan pelayanan kembali atas penyediaan dan pemesanan pita cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyediaan dan pemesanan pita cukai, dalam hal pelayanan penyediaan dan pemesanan pita cukai kepada Pihak Yang Terutang tidak diberikan karena tidak melunasi Utang Cukai yang diajukan Pengangsuran; dan |
c. |
atas tagihan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor, diterbitkan Surat Pemberitahuan Piutang Pajak Dalam Rangka Impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penagihan bea masuk dan/atau cukai. |
Pasal 23
Direktur Jenderal dapat menetapkan petunjuk pelaksanaan dalam pemberian Penundaan atau Pengangsuran Utang.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. |
permohonan Penundaan atau Pengangsuran yang telah diajukan dan belum mendapat keputusan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini; dan |
b. |
penyelesaian atas Penundaan atau Pengangsuran yang telah mendapat persetujuan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, |
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1227).
BAB XIII
PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku berlaku:
a. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.04/2008 tentang Tata Cara Pengangsuran Pembayaran Tagihan Utang Cukai yang Tidak Dibayar pada Waktunya, Kekurangan Cukai, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Cukai; dan |
b. |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.04/2017 tentang Penundaan Pembayaran Utang Bea Masuk, Bea Keluar, dan/atau Sanksi Administrasi Berupa Denda (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1227), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 Desember 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 28 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1059
Kategori : Lainnya