Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 188/Pmk.05/2021
Tentang
Tata Cara Pembayaran Atas Pengembalian Penerimaan Negara
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Menteri Keuangan Republik Indonesia,
Menimbang :
- bahwa untuk menyempurnakan mekanisme pembayaran atas transaksi pengembalian penerimaan negara yang lebih komprehensif, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai tata cara pembayaran atas pengembalian penerimaan negara sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Transaksi Pengembalian Penerimaan Negara;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran atas Pengembalian Penerimaan Negara;
Mengingat :
- Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
- Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 229, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6267);
- Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, Keringanan, dan Pengembalian Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 231, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6564);
- Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Bagian atas Beban Anggaran Bendahara Umum Negara pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 662);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1191) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1736);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 225/PMK.05/2020 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1676);
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN ATAS PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
- Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
- Kas Negara adalah tempat menyimpan uang negara yang ditentukan Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara.
- Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara yang selanjutnya disebut SPAN adalah sistem terintegrasi seluruh proses yang terkait dengan pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang meliputi modul penganggaran, modul komitmen, modul pembayaran, modul penerimaan, modul kas, dan modul akuntansi dan pelaporan.
- Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme APBN.
- Saldo Anggaran Lebih yang selanjutnya disebut SAL adalah akumulasi sisa lebih pembiayaan anggaran/sisa kurang pembiayaan anggaran tahun anggaran yang lalu dan tahun anggaran yang bersangkutan setelah ditutup, ditambah/dikurangi dengan koreksi pembukuan.
- Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut RKUN adalah rekening tempat menyimpan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara untuk menampung seluruh Penerimaan Negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank sentral.
- Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut BUN adalah pejabat yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi BUN.
- Pejabat Kuasa Pengelola PNBP selanjutnya disingkat PKP PNBP adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi pimpinan instansi pengelola PNBP dalam pengelolaan PNBP yang menjadi tanggung jawabnya dan tugas lain terkait PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Satuan Kerja adalah unit organisasi lini kementerian negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
- Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada kementerian negara/lembaga.
- Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut KPA BUN adalah pejabat pada Satuan Kerja dari masing-masing pembantu pengguna anggaran BUN baik di kantor pusat maupun kantor daerah atau Satuan Kerja di kementerian negara/lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan anggaran yang berasal dari bagian anggaran BUN.
- Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut disingkat PPK adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban APBN.
- Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat PPSPM adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah pembayaran.
- Direktorat Jenderal Anggaran yang selanjutnya disingkat DJA adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran dan penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disingkat DJP adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disingkat DJBC adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan, penegakan hukum, pelayanan dan optimalisasi Penerimaan Negara di bidang kepabeanan dan cukai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang selanjutnya disingkat DJPb adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang perbendaharaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang selanjutnya disingkat DJPPR adalah unit eselon I pada Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan pembiayaan dan risiko keuangan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Direktorat Pengelolaan Kas Negara adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengelolaan Kas Negara.
- Direktorat Sistem Perbendaharaan adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang pengembangan sistem perbendaharaan.
- Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen adalah unit eselon II pada Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang evaluasi, akuntansi, dan setelmen.
- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kuasa dari BUN untuk melaksanakan sebagian fungsi kuasa BUN.
- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
- Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Pinjaman dan Hibah yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara.
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri atau luar negeri yang mempunyai kewajiban membayar PNBP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima dan kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Investor Ritel adalah individu atau orang perseorangan pembeli Surat Utang Negara (SUN) ritel atau Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) ritel.
- Surat Berharga Negara Ritel yang selanjutnya disebut SBN Ritel adalah Surat Berharga Negara yang dijual oleh Pemerintah kepada Investor Ritel di pasar perdana domestik.
- Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi valuta asing, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya valuta asing yang ditunjuk oleh kuasa BUN pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara.
- Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan nomor transaksi penerimaan negara dan nomor transaksi bank/nomor transaksi pos/nomor transaksi lembaga persepsi lainnya sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.
- Surat Ketetapan Keterlanjuran Setoran Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SKKSPN adalah surat keputusan yang diterbitkan oleh KPA/KPA BUN, Direktorat Pengelolaan Kas Negara, atau KPPN Khusus Penerimaan yang menetapkan adanya pengembalian atas Penerimaan Negara kepada yang berhak dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
- Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan adalah surat persetujuan yang diterbitkan oleh PKP PNBP atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PNBP yang diajukan oleh Wajib Bayar dan berfungsi sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran Penerimaan Negara.
- Surat Keterangan Telah Dibukukan yang selanjutnya disingkat SKTB adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan bahwa pendapatan dan/atau Penerimaan Negara telah dibukukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
- Surat Permintaan Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPP-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK, yang berisi permintaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan atau SKKSPN.
- Surat Perintah Membayar Pengembalian Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat SPM-PP adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPSPM untuk mencairkan dana pembayaran pengembalian Penerimaan Negara.
- Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah surat perintah yang diterbitkan oleh KPPN selaku kuasa BUN untuk pelaksanaan pengeluaran atas beban APBN berdasarkan surat perintah membayar.
- Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak yang selanjutnya disingkat SPTJM adalah surat pernyataan yang antara lain berisi pernyataan bahwa segala akibat dari tindakan pejabat/seseorang yang dapat mengakibatkan kerugian negara menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pejabat/seseorang yang mengambil tindakan dimaksud.
- Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh portal biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.
- Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satuan Kerja atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.
- Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat TUP adalah uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat mendesak dalam 1 (satu) bulan melebihi pagu UP yang telah ditetapkan.
- Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam pelaksanaan APBN pada kantor/Satuan Kerja kementerian negara/lembaga.
Pasal 2
(1) |
Peraturan Menteri ini mengatur mengenai mekanisme pembayaran pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran setoran/kelebihan Penerimaan Negara yang disebabkan oleh:
|
||||||||||||
(2) |
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengembalian atas Penerimaan Negara yang disetorkan pada:
|
Pasal 3
(1) |
Pengembalian Penerimaan Negara dilakukan berdasarkan surat bukti setoran Penerimaan Negara yang sah. |
(2) |
Surat bukti setoran Penerimaan Negara yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa BPN atau bukti setoran yang sah. |
(3) |
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan sesuai dengan mata uang yang digunakan pada saat penyetorannya. |
BAB II
PEJABAT PERBENDAHARAAN, TUGAS,
DAN KEWENANGAN
Pasal 4
(1) |
Menteri Keuangan merupakan PA BUN atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara. |
||||||||||||||||||||
(2) |
Menteri Keuangan selaku PA BUN menetapkan:
|
||||||||||||||||||||
(3) |
Penunjukkan KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat ex-officio. |
||||||||||||||||||||
(4) |
KPA BUN sebagaimana dimaksud pada pada ayat (2) menerbitkan surat keputusan untuk menetapkan PPK dan PPSPM. |
Pasal 5
(1) |
Pejabat perbendaharaan atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara pada Satuan Kerja merupakan pejabat perbendaharaan untuk pelaksanaan APBN sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN. |
(2) |
Pejabat perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari KPA, PPK, dan PPSPM. |
(3) |
Pengembalian Penerimaan Negara pada Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan kelebihan pembayaran PNBP. |
Pasal 6
(1) |
Untuk pelaksanaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara, KPA BUN/KPA mempunyai tugas dan wewenang untuk menerbitkan SKKSPN atas:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) |
Untuk pelaksanaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara, PPK mempunyai tugas dan wewenang:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) |
Untuk pelaksanaan pembayaran pengembalian Penerimaan Negara, PPSPM mempunyai tugas dan wewenang:
|
BAB III
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA ATAS
KESALAHAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA YANG
TERJADI KARENA KESALAHAN PEREKAMAN DAN
EKSEKUSI KODE BILLING DAN/ATAU GANGGUAN SISTEM
PADA COLLECTING AGENT
Pasal 7
(1) |
Kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang terjadi karena kesalahan perekaman dan eksekusi Kode Billing dan/atau gangguan sistem pada Collecting Agent sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dapat dimintakan pengembalian Penerimaan Negara dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||
(2) |
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah terdapat transaksi Penerimaan Negara pengganti. |
||||||||||||||||||
(3) |
Transaksi Penerimaan Negara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan transaksi Penerimaan Negara yang disetorkan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dengan menggunakan Kode Billing dengan nilai nominal yang benar sebagai pengganti atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dikembalikan. |
||||||||||||||||||
(4) |
Gangguan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi karena gangguan jaringan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem penerimaan negara secara elektronik. |
||||||||||||||||||
(5) |
Kantor pusat Collecting Agent mengajukan surat permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPPN Khusus Penerimaan, dengan dilampiri:
|
Pasal 8
(1) |
Berdasarkan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5), KPPN Khusus Penerimaan melakukan penelitian untuk memastikan:
|
||||||||
(2) |
Untuk memastikan setoran tersebut tidak digunakan sebagai pemenuhan kewajiban terhadap negara atau belum pernah dimintakan pengembalian Penerimaan Negara sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, KPPN Khusus Penerimaan melakukan konfirmasi Penerimaan Negara. |
||||||||
(3) |
Konfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
(4) |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, KPPN Khusus Penerimaan menerbitkan SKTB paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah hasil konfirmasi diterima. |
||||||||
(5) |
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun sesuai dengan format huruf G dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||
(6) |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, KPPN Khusus Penerimaan mengembalikan permintaan pengembalian Penerimaan Negara kepada kantor pusat Collecting Agent. |
Pasal 9
(1) |
KPPN Khusus Penerimaan menerbitkan SKKSPN atas permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diterbitkan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4). |
||||||||||
(2) |
Penerbitan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||
(3) |
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf H dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||
(4) |
KPPN Khusus Penerimaan meneruskan permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dilampiri SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) dan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
|
Pasal 10
Berdasarkan penerusan permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4), PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan atau PPK dan PPSPM pada KPPN Jakarta II melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. |
PPK melakukan pengujian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f; dan |
b. |
PPSPM menerima, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Jakarta II, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b sampai dengan huruf f. |
Pasal 11
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN.
Pasal 12
(1) |
Berdasarkan SP2D sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, KPPN Jakarta II menyampaikan surat pemberitahuan pengembalian Penerimaan Negara kepada DJP/DJBC/DJA/DJPb/DJPPR yang disusun sesuai dengan format huruf I yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini dilampiri dengan fotokopi SPM-PP dan laporan monitoring SP2D. |
(2) |
Berdasarkan surat pemberitahuan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJP/DJBC/DJA/DJPb/DJPPR melakukan koreksi pembukuan. |
BAB IV
PEMBAYARAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA
ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PNBP
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 13
Pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b meliputi:
a. |
kelebihan pembayaran PNBP yang disetor menggunakan Kode Billing dan kesalahan pemungutan PNBP berupa kelebihan pemotongan pada SPM; dan |
b. |
kesalahan pembayaran PNBP yang disetor langsung ke RKUN. |
Pasal 14
(1) |
Pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dapat diberikan secara langsung melalui pemindahbukuan. |
(2) |
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan yang ditetapkan oleh PKP PNBP. |
(3) |
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penetapan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengaJuan dan penyelesaian keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP. |
Bagian Kedua
Pembayaran Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran
PNBP yang Disetor Menggunakan Kode Billing dan
Kesalahan Pemungutan PNBP Berupa Kelebihan
Pemotongan pada SPM
Pasal 15
(1) |
Untuk pembayaran pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP yang disetor menggunakan Kode Billing dan kesalahan pemungutan PNBP berupa kelebihan pemotongan pada 8PM, PPK melakukan penelitian atas surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) beserta lampiran yang terdiri atas:
|
||||||||
(2) |
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen dinyatakan lengkap dan benar, PPK melakukan pembebanan untuk pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||
(3) |
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar, PPK meminta:
|
Pasal 16
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a angka 1 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. |
berdasarkan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), PPK melakukan penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf d dan huruf f; dan |
b. |
berdasarkan SPP-PP sebagaimana dimaksud pada huruf a, PPSPM menerima, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN mitra kerja, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f. |
Pasal 17
(1) |
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a angka 2 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) |
Berdasarkan surat persetujuan pembebanan pengembalian PNBP dari unit eselon I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, PPK dan PPSPM melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
Pasal 18
Dalam hal SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b dan Pasal 17 ayat (2) huruf b diterbitkan dalam mata uang asing, diatur ketentuan sebagai berikut:
a. |
untuk Satuan Kerja yang bermitra dengan KPPN lingkup Provinsi D.K.I. Jakarta, SPM-PP diajukan kepada KPPN mitra kerja; atau |
b. |
untuk Satuan Kerja yang bermitra dengan KPPN di luar Provinsi D.K.I. Jakarta, SPM-PP diajukan kepada KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah melalui KPPN mitra kerja Satuan Kerja berkenaan. |
Pasal 19
(1) |
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||
(2) |
Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f menyampaikan permintaan pengembalian PNBP kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan melalui KPPN mitra kerja dilampiri:
|
||||||||||||||||
(3) |
KPPN mitra kerja melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
||||||||||||||||
(4) |
Dalam hal dokumen dinyatakan lengkap, KPPN mitra kerja meneruskan permohonan pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan. |
||||||||||||||||
(5) |
Dalam hal dokumen dinyatakan tidak lengkap, KPPN mitra kerja mengembalikan permohonan pengembalian PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Satuan Kerja. |
||||||||||||||||
(6) |
Direktorat Sistem Perbendaharaan melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
||||||||||||||||
(7) |
Dalam hal permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah lengkap dan benar, PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
Pasal 20
(1) |
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, Pasal 17 ayat (2) huruf b, dan Pasal 18, KPPN mitra kerja menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan APBN. |
(2) |
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (7) huruf b, KPPN mitra kerja menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN. |
Pasal 21
(1) |
Atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan pengembalian PNBP pada akun yang sama dan program yang sama dari unit eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diatur ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
(2) |
Atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan pengembalian PNBP pada SAL dari unit eselon I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 diatur ketentuan sebagai berikut:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||
(3) |
Pelaksanaan koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN. |
||||||||||||||||||||||||||||||||
(4) |
Ketentuan teknis pelaksanaan koreksi atas pembayaran pengembalian Penerimaan Negara untuk pembebanan pengembalian PNBP pada akun dan program yang sama dari unit eselon I atau atas beban SAL sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
Bagian Ketiga
Pembayaran Pengembalian Penerimaan Negara atas
Kesalahan Pembayaran PNBP yang Disetor Langsung
ke RKUN
Pasal 22
Pembayaran pengembalian atas Penerimaan Negara yang disebabkan kesalahan pembayaran PNBP yang disetor langsung ke RKUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b diatur ketentuan sebagai berikut:
1. |
Satuan Kerja menyampaikan permintaan penerbitan SKTB kepada Direktorat Pengelolaan Kas Negara. |
||||
2. |
Berdasarkan permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud pada angka 1, Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan penelitian untuk memastikan setoran tersebut telah diterima dan dibukukan pada Kas Negara. |
||||
3. |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 2 dinyatakan benar, Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan:
|
||||
4. |
Direktorat Pengelolaan Kas Negara menyampaikan SKTB sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b kepada Satuan Kerja. |
||||
5. |
SKTB sebagaimana dimaksud pada angka 4 sebagai syarat diterbitkannya Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan. |
||||
6. |
Penerbitan Surat Persetujuan Pengembalian atas Kelebihan Pembayaran PNBP secara Langsung melalui Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada angka 5 dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP. |
||||
7. |
Pelaksanaan koreksi PNBP sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf a, dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN. |
||||
8. |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada angka 1 dinyatakan tidak benar, Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengembalikan permintaan penerbitan SKTB kepada Satuan Kerja. |
Pasal 23
Ketentuan mengenai pembayaran pengembalian Penerimaan Negara atas kelebihan pembayaran PNBP yang disetor menggunakan Kode Billing dan kesalahan pemungutan PNBP berupa kelebihan pemotongan pada SPM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 21 berlaku mutatis mutandis terhadap pembayaran pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP yang disetor langsung ke RKUN.
BAB V
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA ATAS
KETERLANJURAN PENYETORAN DANA OLEH
BENDAHARA PENGELUARAN MENGGUNAKAN AKUN
PENGEMBALIAN SISA UP/TUP
Pasal 24
(1) |
Pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dapat dilakukan dalam hal terdapat keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP. |
||||||
(2) |
Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pasal 25
Pembayaran pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP /TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan:
a. |
Bendahara Pengeluaran mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP kepada KPA. |
||||||||||||
b. |
KPA melakukan rekonsiliasi sisa saldo UP/TUP dengan KPPN mitra kerja untuk memastikan adanya keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud pada huruf a. |
||||||||||||
c. |
Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada huruf b dituangkan dalam berita acara rekonsiliasi sisa saldo UP/TUP yang disusun sesuai dengan format huruf L yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||||
d. |
Terhadap hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan hal-hal sebagai berikut:
|
||||||||||||
e. |
KPA mengajukan permintaan penerbitan SKTB dan reklasifikasi kepada KPPN mitra kerja dilampiri dengan:
|
Pasal 26
(1) |
Berdasarkan permintaan penerbitan SKTB dan reklasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e, KPPN mitra kerja melakukan penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf e. |
||||||
(2) |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, KPPN mitra kerja mengembalikan permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada KPA paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permintaan penerbitan SKTB diterima. |
||||||
(3) |
Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terpenuhi, KPPN mitra kerja:
|
||||||
(4) |
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||
(5) |
Pelaksanaan reklasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan melakukan koreksi ke akun 816411 (penerimaan reklasifikasi kelebihan setoran uang persediaan) dan kode Satuan Kerja pengembalian Penerimaan Negara atas beban SAL. |
||||||
(6) |
Pelaksanaan reklasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan SPAN. |
||||||
(7) |
SKTB dan hasil reklasifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) beserta kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KPA. |
Pasal 27
(1) |
Berdasarkan SKTB dan hasil reklasifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7), PPK melakukan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP pada akun 826411 (penerimaan reklasifikasi kelebihan setoran uang persediaan) dan kode Satuan Kerja pengembalian Penerimaan Negara atas beban SAL. |
||||||||||||||||||
(2) |
Berdasarkan pembebanan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPA menerbitkan SKKSPN paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah diterimanya SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (7). |
||||||||||||||||||
(3) |
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||||||||||
(4) |
KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan melalui KPPN mitra kerja dengan dilampiri:
|
||||||||||||||||||
(5) |
KPPN mitra kerja memeriksa kelengkapan dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
||||||||||||||||||
(6) |
Dalam hal dokumen dinyatakan lengkap, KPPN mitra kerja meneruskan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Direktorat Sistem Perbendaharaan. |
||||||||||||||||||
(7) |
Dalam hal dokumen dinyatakan tidak lengkap, KPPN mitra kerja mengembalikan permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada KPA. |
||||||||||||||||||
(8) |
Ketentuan teknis pelaksanaan reklasifikasi untuk pengembalian Penerimaan Negara atas keterlanjuran penyetoran dana oleh Bendahara Pengeluaran menggunakan akun pengembalian sisa UP/TUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
Pasal 28
(1) |
Direktorat Sistem Perbendaharaan melakukan penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (6). |
||||
(2) |
Dalam hal dokumen permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lengkap dan benar, PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
|
Pasal 29
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) huruf b, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pembayaran dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
BAB VI
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA ATAS
KESALAHAN/KELEBIHAN PENERIMAAN PEMBIAYAAN
Pasal 30
(1) |
Pengembalian Penerimaan Negara atas kesalahan/kelebihan penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d dilakukan atas terjadinya kesalahan/kelebihan setoran SBN Ritel. |
||||||
(2) |
Kesalahan/kelebihan setoran SBN Ritel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh:
|
||||||
(3) |
Pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan dalam hal penerimaan pembiayaan belum dilakukan setelmen. |
||||||
(4) |
Investor Ritel mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen, dengan dilampiri:
|
Pasal 31
(1) |
Berdasarkan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen melakukan penelitian untuk memastikan:
|
||||
(2) |
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan dokumen tidak lengkap dan penerimaan pembiayaan belum dilakukan setelmen, Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen melakukan pengembalian permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk dilengkapi oleh Investor Ritel. |
||||
(3) |
Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan penerimaan pembiayaan telah dilakukan setelmen, Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen melakukan penolakan dan mengembalikan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
||||
(4) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4) telah memenuhi ketentuan, Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen mengajukan permintaan penerbitan SKTB kepada KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah dengan dilampiri fotokopi BPN penerimaan pembiayaan yang diajukan pengembaliannya. |
Pasal 32
(1) |
Berdasarkan permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4), KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah melakukan penelitian untuk memastikan:
|
||||||
(2) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) telah memenuhi ketentuan, KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah menerbitkan SKTB paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah dokumen permintaan penerbitan SKTB diterima lengkap. |
||||||
(3) |
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan format huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||
(4) |
KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah menyampaikan SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen. |
||||||
(5) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) permintaan penerbitan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (4) tidak memenuhi ketentuan, KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah mengembalikan dokumen permintaan penerbitan SKTB kepada Direktorat Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah dokumen permintaan penerbitan SKTB diterima. |
Pasal 33
(1) |
Direktur Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen selaku KPA BUN menerbitkan SKKSPN atas permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diterbitkan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2). |
(2) |
Penerbitan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan. |
(3) |
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan ditandatangani paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak SKTB diterbitkan. |
(4) |
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) |
Ketentuan teknis pelaksanaan pembebanan untuk pengembalian Penerimaan Negara atas kesalahan/kelebihan penerimaan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
Pasal 34
(1) |
Berdasarkan SKKSPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (4), PPK melakukan pengujian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f. |
(2) |
Berdasarkan SPP-PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPSPM menerima SPP-PP, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf f. |
Pasal 35
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2), KPPN Khusus Pinjaman dan Hibah menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN.
BAB VII
PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA KARENA
KESALAHAN PENYETORAN PENERIMAAN NEGARA YANG
TIDAK DAPAT DIKLASIFIKASIKAN SEBAGAI PNBP,
PENERIMAAN PAJAK, PENERIMAAN BEA DAN CUKAI, DAN
PENERIMAAN DANA PERHITUNGAN PIHAK KETIGA
YANG DISETOR LANGSUNG KE RKUN
Pasal 36
Pengembalian Penerimaan Negara atas kesalahan penyetoran Penerimaan Negara yang tidak dapat diklasifikasikan sebagai PNBP, penerimaan pajak, penerimaan bea dan cukai, dan penerimaan dana perhitungan pihak ketiga yang disetor langsung ke RKUN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e diajukan oleh bank penyetor/badan lainnya.
Pasal 37
(1) |
Bank penyetor/badan lainnya mengajukan permintaan pengembalian Penerimaan dimaksud dalam Pasal Negara sebagaimana 36 kepada Direktorat Pengelolaan Kas Negara dengan dilampiri:
|
||||||||||
(2) |
Berdasarkan permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktorat Pengelolaan Kas Negara melakukan penelitian untuk memastikan:
|
||||||||||
(3) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi ketentuan, Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan SKTB paling lambat 3 (tiga) hari kerja Penerimaan setelah permintaan pengembalian Negara beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima lengkap. |
||||||||||
(4) |
SKTB sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun sesuai dengan format huruf G yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||
(5) |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) permintaan pengembalian Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi ketentuan, Direktorat Pengelolaan Kas Negara mengembalikan permintaan pengembalian Penerimaan Negara kepada bank penyetor/badan lainnya paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima. |
Pasal 38
(1) |
Direktorat Pengelolaan Kas Negara menerbitkan SKKSPN atas permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diterbitkan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3). |
||||||||||
(2) |
Penerbitan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
|
||||||||||
(3) |
SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf H yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
||||||||||
(4) |
Direktorat Pengelolaan Kas Negara meneruskan permintaan pengembalian Penerimaan Negara beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilampiri dengan SKTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) dan SKKSPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:
|
||||||||||
(5) |
Ketentuan teknis pelaksanaan koreksi pemindahbukuan atas pengembalian Penerimaan Negara yang disetor langsung ke RKUN pada tahun anggaran berjalan yang dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara yang sama pada tahun anggaran berjalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
Pasal 39
Berdasarkan penerusan permintaan pengembalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4), PPK dan PPSPM pada Direktorat Sistem Perbendaharaan atau PPK dan PPSPM pada KPPN Jakarta II melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a. |
PPK melakukan pengujian, penolakan permintaan pengembalian, dan/atau penerbitan dan penyampaian SPP-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b sampai dengan huruf f; dan |
b. |
PPSPM menerima, melakukan pengujian, penolakan dan pengembalian SPP-PP, penerbitan dan penyampaian SPM-PP ke KPPN Jakarta II, dan/atau penyimpanan SPM-PP beserta dokumen pendukungnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b sampai dengan huruf f. |
Pasal 40
Berdasarkan SPM-PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, KPPN Jakarta II menerbitkan SP2D yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pencairan APBN atas beban bagian anggaran BUN pada KPPN.
BAB VIII
KEDALUWARSA PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA
Pasal 41
(1) |
Hak tagih atas pengembalian Penerimaan Negara yang disebabkan oleh:
|
||||||||||
(2) |
Kedaluwarsa pengembalian atas kelebihan pembayaran PNBP mengikuti ketentuan dalam peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan, keringanan dan pengembalian PNBP. |
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Permintaan pengembalian Penerimaan Negara yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, penyelesaiannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Transaksi Pengembalian Penerimaan Negara.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
(1) |
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
|
||||||
(2) |
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.05/2017 tentang Tata Cara Pembayaran atas Transaksi Pengembalian Penerimaan Negara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 987), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. |
Pasal 44
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
|
Ditetapkan di Jakarta |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 2021
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BENNY RIYANTO
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 1379
Kategori : Lainnya