Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2023
Tentang
Penyidikan Tindak Pidana Di Sektor Jasa Keuangan
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
bahwa untuk mendukung sinergi antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan dalam penegakan hukum di sektor jasa keuangan, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 49 dalam Pasal 8 angka 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan;
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 238, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6841);
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6845);
- Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 290, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5772);
- Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5298);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan adalah setiap tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai sektor jasa keuangan.
- Penyidik Otoritas Jasa Keuangan adalah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
- Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
- Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
- Koordinasi adalah suatu hubungan kerja yang menyangkut bidang fungsi kepolisian atas dasar sendi-sendi hubungan fungsional dengan mengindahkan tugas dan kewenangan masing-masing.
- Pegawai Tertentu adalah pegawai tetap Otoritas Jasa Keuangan dan pegawai negeri sipil yang merupakan pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
Pasal 2
(1) |
Penyidik Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan terdiri atas:
|
(2) |
Penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. |
(3) |
Pejabat penyidik pada Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berwenang dan bertanggung jawab melakukan Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. |
(4) |
Penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang dan bertanggung jawab:
|
Pasal 3
(1) |
Pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a diberikan penugasan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(2) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan pejabat penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepolisian. |
Pasal 4
Penyidik Otoritas Jasa Keuangan yang berasal dari pejabat pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b diangkat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Pasal 5
(1) |
Pegawai Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c ditetapkan dan diberi wewenang khusus sebagai penyidik setelah memenuhi kualifikasi oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(2) |
Untuk menjadi Penyidik Otoritas Jasa Keuangan, Pegawai Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c, harus memenuhi persyaratan dan kualifikasi sebagai berikut:
|
(3) |
Pegawai Tertentu yang telah memenuhi persyaratan dan kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan sebagai Penyidik Otoritas Jasa Keuangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(4) |
Administrasi pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, dan pelantikan penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. |
(5) |
Pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, dan pelantikan Penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dilakukan atas dasar pertimbangan dan peraturan yang berlaku pada kementerian/lembaga asal Penyidik Otoritas Jasa Keuangan. |
Pasal 6
Dalam melaksanakan kewenangan dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), Penyidik Otoritas Jasa Keuangan berada di bawah Koordinasi dan pengawasan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 7
(1) |
Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan melalui kegiatan operasional Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan dengan mengutamakan prinsip keadilan restoratif dan ultimum remedium. |
(2) |
Koordinasi kegiatan operasional Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan penyidik yang lebih dahulu menangani Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. |
(3) |
Koordinasi kegiatan operasional Penyidikan Tindak
|
Pasal 8
(1) |
Selain Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Koordinasi Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan dilaksanakan melalui gelar perkara khusus, yaitu:
|
(2) |
Gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan atas inisiatif Otoritas Jasa Keuangan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
Pasal 9
(1) |
Otoritas Jasa Keuangan menetapkan dimulainya, tidak dilakukannya, atau dihentikannya penyidikan terhadap Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan setelah berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
(2) |
Penyelidikan terhadap dugaan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan dilakukan oleh Penyidik Otoritas Jasa Keuangan yang ditunjuk berdasarkan informasi dan temuan adanya Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. |
(3) |
Pada tahap penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pihak yang diduga melakukan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk penyelesaian pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. |
(4) |
Penilaian terhadap permohonan penyelesaian pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan perhitungan nilai kerugian atas pelanggaran dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dengan melibatkan penyelidik, penyidik, dan/atau pihak lain. |
(5) |
Dalam melakukan penilaian terhadap permohonan penyelesaian pelanggaran dan perhitungan nilai kerugian atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Otoritas Jasa Keuangan mempertimbangkan paling sedikit:
|
(6) |
Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan menyetujui permohonan penyelesaian pelanggaran, pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran wajib melaksanakan kesepakatan termasuk membayar ganti rugi. |
(7) |
Dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah dipenuhi seluruhnya oleh pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian pelanggaran, Otoritas Jasa Keuangan menghentikan penyelidikan. |
(8) |
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan hak dari pihak yang dirugikan dan bukan merupakan pendapatan Otoritas Jasa Keuangan. |
(9) |
Selain ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan tindakan administratif berupa pemberian sanksi administratif terhadap pihak yang diduga melakukan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan. |
(10) |
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (9) meliputi:
|
(11) |
Dalam hal:
Otoritas Jasa Keuangan berwenang melanjutkan ke tahap penyidikan. |
(12) |
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (11) dilakukan sesuai dengan karakteristik masing-masing sektor jasa keuangan. |
(13) |
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian pelanggaran dan permohonan penyelesaian atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (11) diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan. |
Pasal 10
Dalam pelaksanaan penyelidikan berdasarkan prinsip keadilan restoratif dan prinsip ultimum remedium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, penyidik pada Kepolisian Negara Republik Indonesia berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 11
(1) |
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 melakukan pengawasan terhadap kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Otoritas Jasa Keuangan. |
(2) |
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pasal 12
(1) |
Dalam rangka pelaksanaan Koordinasi dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Kepolisian Negara Republik Indonesia melaksanakan pembinaan teknis terhadap Penyidik Otoritas Jasa Keuangan. |
(2) |
Pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
|
(3) |
Peningkatan kemampuan operasional penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilakukan melalui penyegaran dan seminar/workshop bidang penyidikan. |
Pasal 13
(1) |
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Penyidik Otoritas Jasa Keuangan harus berpegang pada kode etik. |
(2) |
Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
Pasal 14
(1) |
Masyarakat dapat melaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan adanya dugaan terjadinya pelanggaran kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) yang dilakukan oleh Penyidik Otoritas Jasa Keuangan. |
(2) |
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung dengan data dan alat bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. |
(3) |
Berdasarkan laporan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk tim penegakan kode etik yang bersifat ad hoc. |
Pasal 15
Ketentuan mengenai tata cara penegakan kode etik dan pembentukan tim penegakan kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diatur dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 16
(1) |
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, selain Penyidik Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf b, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun atau sesuai kesepakatan antara Otoritas Jasa Keuangan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pegawai negeri sipil dapat diangkat sebagai Penyidik Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan Pegawai Tertentu. |
(2) |
Pegawai tetap Otoritas Jasa Keuangan dapat diangkat sebagai Penyidik Otoritas Jasa Keuangan setelah jangka waktu 5 (lima) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku atau sesuai jangka waktu yang disepakati oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. |
Pasal 17
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2023
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 Januari 2023
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PRATIKNO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 23
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2023
TENTANG
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN
I. |
UMUM Pengembangan dan penguatan sektor keuangan di Indonesia perlu didukung dengan efektivitas penegakan hukum di sektor jasa keuangan. Hal ini sejalan dengan perkembangan industri jasa keuangan yang semakin kompleks dan beragam, perekonomian nasional dan internasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi, serta sistem keuangan yang semakin maju. Dukungan terhadap efektivitas penegakan hukum di sektor jasa keuangan telah diatur dalam Pasal 49 dalam Pasal 8 angka 21 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Efektivitas penegakan hukum di sektor jasa keuangan memerlukan kerja sama dan sinergi antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai sinergi antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan untuk mendukung efektivitas penegakan hukum di sektor jasa keuangan, serta bertujuan untuk memberikan panduan bagi Penyidik Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan tugas Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan dan kewenangan Koordinasi serta pengawasan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Penyidik Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan tugasnya. Peraturan Pemerintah ini mengatur juga di antaranya mengenai kewenangan Penyidikan Tindak Pidana di Sektor Jasa Keuangan yang dilaksanakan baik oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia maupun Penyidik Otoritas Jasa Keuangan, kewenangan dan tanggung jawab Penyidik Otoritas Jasa Keuangan, pelaksanaan Koordinasi dan pengawasan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Penyidik Otoritas Jasa Keuangan, pembinaan teknis oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada Penyidik Otoritas Jasa Keuangan, persyaratan dan kualifikasi Pegawai Tertentu untuk menjadi Penyidik Otoritas Jasa Keuangan, serta kode etik Penyidik Otoritas Jasa Keuangan. |
|
|
II. |
PASAL DEMI PASAL |
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Yang dimaksud dengan “pengawasan” adalah proses pengamatan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pelaksanaan fungsi kepolisian terbatas yang dilakukan oleh Penyidik Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pembinaan teknis” adalah segala upaya, kegiatan, dan tindakan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan, serta peningkatan kemampuan teknis terhadap Penyidik Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6849
Kategori : Lainnya